Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan pentingnya menjaga sumber daya laut secara berkesinambungan guna menghindari konflik antara nelayan di perairan Indonesia akibat perebutan lokasi dan hasil tangkapan ikan. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono (Ipunk), menyatakan perlunya pembagian wilayah tangkap seperti pengaturan trayek angkot untuk mencegah konflik dan ketegangan antar pelaku usaha perikanan. Ipunk menyoroti potensi konflik antara nelayan lokal dengan kapal dari Jawa yang menangkap ikan di luar wilayahnya hingga ke Kalimantan yang dapat memicu protes dan kerugian ekonomi serta ekologi.
KKP menekankan perlunya sistem pengawasan berbasis teknologi seperti Vessel Monitoring System (VMS) untuk memastikan kapal beroperasi sesuai dengan aturan wilayah tangkap dan mencegah penangkapan ilegal. Laut Indonesia memiliki sumber daya ikan yang melimpah namun pengelolaan yang kurang optimal telah menunjukkan tanda-tanda eksploitasi berlebihan sejak tahun 2000-an. Penggunaan VMS menjadi solusi global untuk memantau aktivitas kapal secara real-time menggunakan jaringan satelit agar sumber daya laut dapat dikelola secara lestari dan bertanggung jawab.
Penerapan VMS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 2023 dan menjadi alat utama pemantauan kapal yang efektif, khususnya untuk kapal nelayan 5-30 GT. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2024 tentang Perikanan mengatur penggunaan VMS sebagai upaya untuk mengontrol kegiatan perikanan dan mencegah illegal fishing. Meskipun sebagian besar kapal perikanan yang memiliki izin telah memasang VMS, KKP terus mendorong agar seluruh kapal nelayan segera memasang sistem pemantauan ini guna memastikan keberlangsungan sumber daya laut Indonesia.








