Umat Hindu di Indonesia, khususnya di Pulau Bali, memiliki berbagai hari suci keagamaan yang sarat akan makna spiritual. Salah satu perayaan yang sangat penting dan dinanti adalah Hari Raya Galungan, yang diperingati setiap 210 hari sekali berdasarkan kalender Saka Bali. Galungan dianggap sebagai simbol kemenangan dharma (kebaikan) atas adharma (kejahatan), serta sebagai ajang bagi umat Hindu untuk memperkuat nilai-nilai kebajikan dalam kehidupan sehari-hari.
Etimologi dari kata “Galungan” sendiri mengandung arti “bertemu” atau “bersatu,” yang menggambarkan bersatunya kekuatan spiritual dalam diri manusia untuk mengalahkan hawa nafsu dan dorongan negatif lainnya. Dalam keyakinan Hindu, perayaan Galungan juga dianggap sebagai saat di mana para leluhur turun ke bumi untuk memberikan berkah dan perlindungan kepada keturunannya.
Perayaan Galungan dimulai dengan Penampahan Galungan, yang dilakukan sehari sebelum hari raya utama. Pada hari ini, umat Hindu melakukan penyembelihan hewan, umumnya babi, sebagai simbol pengendalian diri terhadap sifat buruk dan sebagai wujud persembahan kepada Tuhan. Puncak Hari Raya Galungan jatuh pada Rabu, 23 April 2025, diikuti oleh Umanis Galungan pada Kamis, 24 April 2025, di mana umat Hindu melakukan kunjungan ke rumah keluarga dan kerabat.
Sepuluh hari setelahnya, umat Hindu melanjutkan rangkaian perayaan dengan Hari Raya Kuningan, yang dirayakan pada Sabtu, 3 Mei 2025, dan didahului oleh Penampahan Kuningan pada Jumat, 2 Mei 2025. Kata “Kuningan” sendiri melambangkan kemuliaan dan kesejahteraan. Pada saat ini, umat Hindu memohon keselamatan dan kemakmuran kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan para dewata.
Perayaan Galungan dan Kuningan juga akan berulang di penghujung tahun 2025, yaitu pada Rabu, 19 November 2025 untuk Hari Galungan kedua, dan Sabtu, 29 November 2025 untuk Hari Kuningan kedua. Asal-usul Hari Raya Galungan terdokumentasikan dalam naskah kuno Lontar Purana Bali Dwipa, yang menyebutkan bahwa perayaan ini pertama kali diadakan pada tahun 882 Masehi. Meskipun sempat terhenti, kemudian dilanjutkan setelah Raja Sri Jayakasunu mendengar petuah Dewi Durga bahwa keluhuran kerajaan tergantung pada peringatan Hari Raya Galungan.
Filosofi Galungan bukan hanya dalam konteks ibadah semata, tetapi juga memiliki makna filosofis yang dalam. Dalam ajaran Hindu, Galungan mengingatkan kemenangan Dewa Indra dalam mengalahkan Mayadenawa, yang merupakan simbol kejahatan. Galungan juga mengajarkan untuk mengendalikan tiga jenis nafsu dalam diri, yaitu nafsu ingin berkuasa, memiliki yang bukan haknya, dan ingin menang dengan cara apapun. Oleh karena itu, Hari Raya Galungan menjadi momen tepat untuk introspeksi, memperkuat kesadaran spiritual, serta bersyukur atas keberkahan hidup dan keseimbangan alam semesta.








